Kepala Perpustakaan
Pusat UGM, Nawang Purwanti, mengatakan pemakai layanan ejournal dan
ebook di UGM terus menanjak dalam 10 tahun terakhir. Selama 2012, dia
memperkirakan ada sekitar dua jutaan lebih akses mengunduh jurnal dan
buku elektronik di perpustakaan UGM. “Kami menyediakan 40 data base
pemberi layanan langganan ejournal dan ebook, tahun lalu kami habis Rp
10 milyar untuk biaya langganan,” kata dia.
Menurut Nawang, akses ejournal lebih
diminati sebab menyediakan perkembangan mutakhir pengetahuan berbagai
disiplin ilmu di luar negeri. Selain itu, akses untuk mendapatkan
teksnya mudah. “Tinggal masukkan akun, lihat review dan unduh dari
lokasi mana saja,” kata dia.
Nawang mencontohkan data base layanan
jurnal yang paling banyak diunduh ialah sciencedirect. Koleksi ejournal
data base milik salah satu perusahaan penerbitan di Amerika, elsefire,
itu diunduh lebih dari 1,2 juta kali selama 2012. “Padahal tema
jurnalnya yang baru kita beli hanya di tiga bidang keilmuan yakni
Biologi, Kesehatan dan Kehutanan,” kata dia.
Sciencedirect, kata dia, menarik minat
banyak akademisi dan mahasiswa, sebab memberikan layanan pengunduhan
ejournal dan artikel terbaru tanpa menunggu penerbitan edisi cetaknya.
Sebagian data base, kata Nawang, memang menyediakan koleksi lebih
lengkap tapi sering menerapkan sistem embargo atau mengizinkan
pengunduhan setelah edisi cetak ejournal dan ebook terbit. “Misalnya
EBSCO, dikunjungi paling banyak pengguna, hampir sejuta kali selama
2012. Tapi, karena menerapkan sistem embargo, yang mengunduh hanya
seperlima kali dari jumlah kunjungan,” ujar dia.
Wahyu Supriyanto, Kepala Bidang Layanan
Perpustakaan Pusat UGM, mengatakan layanan ejournal dan ebook, mulai
diperkenalkan perpustakaan Fakultas Kedokteran UGM pada 2003 lalu. Pada
2006, sistem ini diadopsi di perpustakaan pusat UGM. “Penggunanya makin
banyak, akademisi dan mahasiswa yang sedang riset sangat membutuhkan
ejournal untuk melihat perkembangan keilmuan terbaru,” kata dia.
Kebutuhan pada kebaruan pengetahuan ini
makin terasa di bidang sains. Perkembangannya, kata dia, secepat laju
penelitian terbaru di berbagai kawasan dunia. Sementara untuk humaniora,
kecepatan laju riset tak terlalu berpengaruh pada perubahan
pengetahuan. “Relevansi tema-tema kajian di studi humaniora agak lebih
awet,” kata dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar